Adab
utama yang harus dimiliki oleh seorang ahli ilmu dan penuntut ilmu adalah:
ikhlas
mencari ridho Allah semata dan bermaksud untuk menghidupkan dien ini dengan
mencontoh Rasulullah shalallohu `alaihi wa salam dalam segala tingkah lakunya.
Begitu pula dalam proses belajar mengajar harus berniat mencari ridha Allah
semata agar Allah menghilangkan kebodohan dan kegelapan dari dirinya dengan
ilmu yang bermanfaat (maraji' hal28).
Seorang
pendidik haruslah sabar ketika mengajar dan berusaha sekuat tenaga untuk
memberikan pemahaman kepada setiap siswa sesuai dengan kemampuan otaknya.
Janganlah memberikan tugas yang tidak mampu dipikulnya, seperti menyibukkan
untuk terlalu banyak membaca. Berilah motivasi kepadanya untuk mengikuti
pelajaran secara rutin dan sering-seringlah memberi pertanyaan dan mengujinya.
Selain itu juga hendaklah melatihnya untuk mengkaji masalah-masalah tertentu
agar dapat menangkap dan menguasai permasalahan, serta dibantu dengan menjelaskan
hikmahnya, tempat-tempat pengambilannya, dari ushul syariat yang mana masalah
tersebut diambil. Pengenalan akan ushul dan kaidah-kaidah, berikut
contoh-contoh permasalahannya dengan berbagai macam ragamnya merupakan salah
satu teknik pengajaran yang paling bermanfaat.
Penuntut
ilmu akan bertambah semangat dan bertambah kuat pemahamannya setiap kali ia
merasakan nikmat dalam memahami apa yang ia pelajari dan ketika mendapatkan
kemudahan dalam mencari rujukan. Begitu pula bagi seorang pendidik hendaknya membuka
pemahaman siswa dengan seringnya diadakan pembahasan dan soal jawab.
Menampakkan kegembiraan apabila ditanya atau ketika siswa mengutarakan hal-hal
yang membingungkan atau apabila siswanya membantah apa yang disampaikan. Semua
itu dalam rangka mengambil manfaat dan mencari kebenaran, bukan untuk membela
ucapan yang ia katakan atau untuk mempertahankan pendapat yang ia pegangi.
Apabila
ada orang yang dibawah dia dalam segi ilmu memberitahukan pendapat dia yang
salah, hendaklah dia berterimakasih kepadanya dan membahasnya secara
bersama-sama dengan maksud mencapai kebenaran yang sesungguhnya, bukan untuk
mempertahankan jalan yang dia tempuh selama ini.
Rujuknya
seorang guru kepada pemahaman siswanya -yang lebih mendekati kebenaran- lebih
menunjukan kepada keutamaannya, ketinggian kedudukannya dan kebaikan akhlaknya
serta kemurnian niatnya yaitu ikhlas mencari ridha Allah Ta`ala.
Apabila
dia belum sampai kepada kedudukan seperti ini, maka biasakanlah dirinya untuk
berbuat demikian dan melatihnya, karena dengan kebiasaan akan menghasilkan
kemampuan dan dengan latihan akan meningkatkan derajatnya kepada kesempurnaan.
Seorang
penuntut ilmu haruslah mempunyai adab yang baik terhadap gurunya, bersyukur
kepada Allah yang telah memudahkan baginya mendapatkan seorang yang mendidiknya
dengan ilmu padahal sebelumnya ia berada dalam kebodohan. Bersyukurlah kepada
Allah yang telah berjasa menghidupkannya dari kematian dan membangunkannya.
Hendaklah ia mempergunakan kesempatan emas ini dengan mengambil ilmu darinya
setiap waktu.
Seringlah
berdoa kepada Allah memohon kebaikan bagi gurunya baik saat berjumpa dengannya
ataupun pada saat dia tidak ada karena Nabi shallallhu `alaihi wa sallam
bersabda:
''Siapa
yang telah berbuat baik kepada kalian, maka balaslah kebaikannya. Apabila
kalian tidak mendapatkan sesuatu untuk membalas budi kepadanya, maka doakanlah
(memohon kebaikan) untuknya sehingga kalian berpendapat telah membalas
budinya''
(HR.Ahmad 2/68,Abu Daud 1672,Nasa`i 5/82,Bukhari dalam buku Al-Adab Al-Mufrad
216, Ibnu Hibban 3408, Al Hakim 1/412 dan 2/13, At-Thayalisi 1895 dan selain
mereka dari hadist Abdullah bin Umar bin Khattab radhiallohu `anhuma). Derajat
hadist itu shahih (Syaikh Ali Hasan)
Kebaikan
apakah yang lebih agung kalau bukan kebaikan berupa ilmu dan setiap kebaikan
tidaklah langgeng kecuali kebaikan berupa ilmu, nasehat, dan bimbingan. Setiap
perkara yang bermanfaat bagi manusia -yang sampai kepada seorang siswa atau
yang lainnya- maka hal itu termasuk kebaikan dan amal jariyah bagi si pemiliknya.
Seorang
kawan telah memberitakan kepadaku, bahwa dia pernah berfatwa mengenai satu
masalah dalam hal ilmu faraidh (ilmu waris) dan syaikh (guru)nya yang telah
mengajarkan hal tersebut telah meninggal dunia. Lalu dia bermimpi melihat
syaikhnya sedang membaca di kuburnya dan berkata :''Masalah yang engkau
fatwakan itu, pahalanya telah sampai pula kepadaku''. Hal ini sebagaimana
terdapat dalam sabda Nabi shallallhu `alaihi wa sallam :
''Barangsiapa
mempelopori jalan yang baik, maka bagi dia pahalanya dan pahala orang yang
mengamalkannya sampai hari kiamat''
(HR.Muslim 1017)
Seorang
penuntut ilmu haruslah haruslah bersikap lemah lembut terhadap gurunya, sopan
ketika bertanya dan janganlah bertanya kepada gurunya pada saat dia sedang
gusar, atau dalam keadaan penat atau marah. Ini agar dia tidak mempunyai
pemikiran yang menyalahi kebena’an pada saat kacau pikirannya, atau paling
tidak nantinya akan memberikan jawaban yang kurang lengkap.
Apabila
seoarang penuntut ilmu mendapatkan gurunya berbuat kesalahan, maka janganlah
menyebutkan kesalahan tersebut secara terus terang. Tetapi betulkanlah
kesalahan dia dengan cara bertanya dan bersikap sebagai seorang siswa terhadap
gurunya. Hendaklah hal itu dilakukan beulang-ulang sampai terang bagi sang guru
mana yang benar, karena kebanykan manusia apabila kau tegur langsung
kesalahannya, kecil sekali kemungkinan untuk rujuk, berat bagi dia untuk
mengakui kesalahan, kecuali orang yang telah menguasai dirinya dan menghiasinya
dengan akhlak yang terpuji. Orang seperti ini tidak akan tersinggung apabila
pendapat dia dikritik atau ditegur secara langsung. Akan tetapi tipe orang
seperti ini jarang sekali. Hanya dengan taufik Allah lah, kemudian dengan
melatih jiwa untuk menekan gengsi, barulah orang tersebut akan mempunyai jiwa
besar dengan mengakui kesalahannya dan rujuk kepada kebenaran (Hal 30-34)
Seorang
guru haruslah memperhatikan kecerdasan dan kemampuan siswanya dalam menerima
pelajaran. Janganlah ia membiarkan siswanya dalam menerima pelajaran. Janganlah
ia membiarkan siswanya menyibukkan diri dengan buku yang tidak sesuai untuknya.
Jika ia membiarkan saja, berarti dia tidak memberikan nasehat kepada siswanya.
Sesungguhnya ilmu yang sedikit disertai dengan adanya pemahaman dan pengertian
lebih baik daripada ilmu yang banyak tetapi beresiko tinggi untuk dipahami dan
besar kemungkinannya untuk lupa.
Begitu
pula ketika ia menyampaikan pelajarannya hendaklah disertai dengan penjelasan
yang disesuaikan dengan pemahaman dan daya tangkap siswanya. Janganlah mencampuradukkan
masalah antara yang satu dengan yang lainnya. Janganlah pindah dari masalah
satu ke masalah lainnya sebelum materi itu dikuasainya dengan baik. Karena
antara satu materi dengan materi lainnya itu saling berkesinambungan, sehingga
akan memudahkan baginya untuk memahami materi berikutnya. Kalau tidak demikian,
berarti akan menyia-nyiakan yang pertama dan tidak dapat memahami yang
berikutnya. Kemudian semakin menumpuk masalah-masalah yang tidak dikuasai,
sehingga ia akan bosan dan sempit dadanya untuk mengulang-ulang masalah
tersebut. Oleh sebab itu janganlah perkara ini diremehkan.
Seorang
guru hendaklah selalu memberikan nasehat kepada siswa semaksimal mungkin dan
harus bersabar atas kelambanan siswa dalam hal pemahaman. Demikian pula
bersabar atas kelakuan siswanya yang tidak baik atau kurang ajar dengan dengan
penuh perhatian dan pemantauan untuk memperbaiki dan meluruskan adabnya (hal
42-43)
Hendaklah
seorang penuntut ilmu duduk dengan sopan dihadapan gurunya, menampakkan
kebutuhannya yang sangat kepada ilmunya dan mendoakan kebaikan untuknya pada
saat bertemu dengannya, ataupun disaat tidak bertemu.
Apabila
seoarang guru sedang memberikan faidah atau sedang menjelaskan hal-hal yang
membuat bingung siswanya, maka janganlah ia menampakkan bahwa ia telah
mengetahuinya sebelumnya, meskipun sebenarnya ia telah mengetahuinya. Akan
tetapi hendaklah ia mendengarkan keterangan gurunya tersebut dengan serius. Hal
ini apabila dia telah mengetahui sebelumnya, maka bagaimana dengan keterangan
gurunya yang belum ia ketahui? Adab seperti ini baik sekali untuk dipraktekkan
terhadap setiap orang baik dalam masalah ilmu ataupun percakapan lainnya, baik
dalam masalah dien maupun dalam masalah keduniaan.
Apabila
sang guru berbuat kesalahan dalam suatu hal, maka hendaklah penuntut ilmu
menegurnya dengan penuh lemah lembut sambil memperhatikan situasi dan kondisi.
Janganlah mengatakan kepadanya: ''Engkau telah berbuat salah! Sesungguhnya yang
benar bukan seperti yang engkau katakan!'' Tetapi hendaklah menegurnya dengan
kata-kata yang sopan, menjadikan seorang guru sadar akan kesalahannya tanpa ada
rasa gusar di hatinya. Cara seperti ini merupakan keharusan dalam bersikap
terhadap seorang guru dan lebih mengena untuk sampai kepada kebenaran. Kritikan
yang disertai dengan adab yang buruk akan membuat hati orang yang dikritik
menjadi gusar, sehingga akan menghalanginya untuk dapat menangkap pemahaman
yang benar dan menghalanginya untuk mengetahui maksud baik orang yang
menegurnya.
Sebagaimana
hal tadi merupakan keharusan sikap penuntut ilmu terhadap gurunya, maka
haruslah bagi seorang guru apabila berbuat kesalahan agar rujuk kepada
kebenaran.Meskipun sebelumnya ia telah menyampaikan satu pendapat kemudian
terbukti bahwa pendapat tersebut salah, maka ia tidak segan-segan untuk rujuk
kepada kebenaran karena sikap ksatria tadi merupakan tanda keadilan dan
kerendahan hatinya terhadap kebenaran, baik yang datang dari anak kecil maupun
orang dewasa.
Termasuk
nikmat yang Allah berikan kepada seorang guru, ia mendapatkan dari para
siswanya yang mau menegur kesalahannya, membimbing kepada kebenaran, sehingga
kebodohan yang telah menyelimutinya selama ini menjadi lenyap. Maka seharusnya
ia bersyukur kepada Allah Ta`ala kemudian berterimakasih kepada orang yang
menasehatinya, baik ia seorang siswa atau selainnya, karena melalui sebab orang
tadi ia mendapatkan hidayah Allah subhanahu wa ta`ala (hal 48-49).
Diantara
hal yang paling agung yang harus dimiliki oleh ahli ilmu (dan penuntut ilmu,
pent) adalah mempraktekkan apa yang ia sampaikan berupa akhlak yang terpuji dan
membuang segala akhlak yang hina. Mereka adalah orang-orang yang paling utama
untuk menjalankan segala kewajiban baik lahir maupun yang batin dan
meninggalkan segala hal-hal yang haram, dikarenakan mereka memiliki
keistimewaan berupa ilmu pengetahuan yang tidak dimiliki oleh selain mereka.
Juga dikarenakan mereka adalah teladan manusia. Manusia pada dasarnya selalu
mencontoh ulama mereka dalam kebanyakan urusan baik diakui atau tidak. Juga
dikarenakan protes dan kecaman atas mereka apabila perbuatan mereka
bertentangan dengan apa yang mereka katakan jauh lebih besar daripada kecaman
yang dilontarkan kepada selain mereka atas perbuatan yang sama.
Para
salafus shalih dahulu untuk memperoleh ilmu juga dengan mempraktekan ilmu
tersebut. Apabila ilmu itu diamalkan akan menempel langsung dan bertambah serta
banyak barakahnya. Sebaliknya apabila ilmu tersebut tidak diamalkan maka akan
hilang dan tidak membawa barakah. Ruh ilmu dan kehidupannya serta tonggaknya
hanya dengan mengamalkannya dengan akhlak yang terpuji, dengan mengajarkannya
dan memberi nasehat. Tidak ada daya serta upaya kecuali dengan pertolongan
Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
"tak ada gading yang tak retak"