RIWAYAT HIDUP.
Tagore berasal dari Calcutta, sebuah kota yang kosmopolitis (kosmopolit = warga dunia). ia keturunan keluarga Brahmana yang sangat kaya. saudara-saudaranya semua kaum kosmopolit. Mereka berusaha untuk mempengaruhi pendidikan Tagore dan usahanya itu berhasil. hal ini tampak pada perjuangan Tagore untuk mewujudkan cita-citanya yang besar. Persaudaraan ummat manusia sedunia.
Sebagai usaha untuk mengabdikan diri kepada cita-citanya itu, maka sejak 1913 ia memulai mengadakan perjalanan mengelilingi dunia. Beberapa kali ia pergi melawat ke pelbagai negara di Eropa, Amerika dan beberapa negara Asia. Indonesia pun tidak lupa dikunjunginya. di mana-mana ia mendapat sambutan yang meriah. ceramah-ceramahnya tentang keadilan sosial, pemerintahan sendrii, pengetahuan, perkembangan bakat yang bebas dan emansipasi, diterbitkan berjuta-juta jilid. Hasil dari penerbitan itu dipergunakannya untuk membiayai lembaga-lembaga pendidikannya.
Tagore adalah seorang pembaharu sosial, pendidik, juga seorang pujangga, ahli musik dan ahli filsafat, yang tidak jemu-jemunya memperjuangkan tercapainya perdamaian dunia.
Hasil karyanya di lapangan kesusateraan sangat mengagumkan sehingga pada tahun 1913 gubahannya yangterkenal, Gitanjali (nyanyian berkorban), dapat merebut hadiah Nobel bagi kesusasteraan, Gitanjali merupakan sebuah lirik keagamaan dalam bahasa Inggris yang mutu dan nilai sasteranya sangat tinggi tarafnya, gubahannya itu membuktikan bahwa Tagore berasal dari keluarga religius. ia mendapat dasar keagamaan dari ayahnya, Debedranath Tagore.
Mengingat jasa-jasanya yang besar, maka pada tahun 1915 ia mendapat gelar Doctor honoris causa dalam kesusasteraan dari Universitas Calcutta dan pada tahun 1941 dari Universitas Oxford. dalam usia 80 tahun Tagore meninggal dunia di Santiniketan pada tahun 1941.
CITA-CITA.
Pembaharuan Kebudayaan.
Tagore ingin memperbaiki kebudayaan India lama. Untuk memodernisasikan India ia menghendaki segalanya dari Barat tapi meskipun demikian ia selalu berpegang pada pedoman, bahwa India harus memiliki sifat-sifatnya yang asli. menurut Tagore hal ini dapat diselesaikan dengan mengadakan kombinasi yang seimbang dari idealisme Timur dan realisme Barat. Usaha untuk melaksanakan cita-citanya ini merupakan intisari daripada hidup Tagore.
Persaudaraan Dunia.
Tagore bercita-cita mewujudkan persaudaraan sedunia, tanpa mengenal perbedaan kasta, kulit, bangsa dan agama. Dari taraf persaudaraan seluruh India, dikehendakinya persaudaraan seluruh Asia dan akhirnya persaudaraan seluruh dunia. ia berusaha untuk menghindarkan diri dari egoisme kebangsaan. menurut Tagore, nasionalisme itu sama saja dengan individualisme massa yang menjadi pokok pangkal bencana peperangan.
Pembaharuan di lapangan sosial.
Tagore berpendapat bahwa kekurangan dan kemunduran India ditimbulkan oleh satu sebab, yaitu kekurangan pada pendidikan rakyat. selama hidupnya ia tidak melepaskan cita-citanya untuk memajukan rakyat. ia menghendaki agar setiap desa menjadi suatu Sriniketan, suatu panti kemakmura.
FIKIRAN-FIKIRANNYA MENGENAI PELAKSANAAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH.
Tagore berasal dari Calcutta, sebuah kota yang kosmopolitis (kosmopolit = warga dunia). ia keturunan keluarga Brahmana yang sangat kaya. saudara-saudaranya semua kaum kosmopolit. Mereka berusaha untuk mempengaruhi pendidikan Tagore dan usahanya itu berhasil. hal ini tampak pada perjuangan Tagore untuk mewujudkan cita-citanya yang besar. Persaudaraan ummat manusia sedunia.
Sebagai usaha untuk mengabdikan diri kepada cita-citanya itu, maka sejak 1913 ia memulai mengadakan perjalanan mengelilingi dunia. Beberapa kali ia pergi melawat ke pelbagai negara di Eropa, Amerika dan beberapa negara Asia. Indonesia pun tidak lupa dikunjunginya. di mana-mana ia mendapat sambutan yang meriah. ceramah-ceramahnya tentang keadilan sosial, pemerintahan sendrii, pengetahuan, perkembangan bakat yang bebas dan emansipasi, diterbitkan berjuta-juta jilid. Hasil dari penerbitan itu dipergunakannya untuk membiayai lembaga-lembaga pendidikannya.
Tagore adalah seorang pembaharu sosial, pendidik, juga seorang pujangga, ahli musik dan ahli filsafat, yang tidak jemu-jemunya memperjuangkan tercapainya perdamaian dunia.
Hasil karyanya di lapangan kesusateraan sangat mengagumkan sehingga pada tahun 1913 gubahannya yangterkenal, Gitanjali (nyanyian berkorban), dapat merebut hadiah Nobel bagi kesusasteraan, Gitanjali merupakan sebuah lirik keagamaan dalam bahasa Inggris yang mutu dan nilai sasteranya sangat tinggi tarafnya, gubahannya itu membuktikan bahwa Tagore berasal dari keluarga religius. ia mendapat dasar keagamaan dari ayahnya, Debedranath Tagore.
Mengingat jasa-jasanya yang besar, maka pada tahun 1915 ia mendapat gelar Doctor honoris causa dalam kesusasteraan dari Universitas Calcutta dan pada tahun 1941 dari Universitas Oxford. dalam usia 80 tahun Tagore meninggal dunia di Santiniketan pada tahun 1941.
CITA-CITA.
Pembaharuan Kebudayaan.
Tagore ingin memperbaiki kebudayaan India lama. Untuk memodernisasikan India ia menghendaki segalanya dari Barat tapi meskipun demikian ia selalu berpegang pada pedoman, bahwa India harus memiliki sifat-sifatnya yang asli. menurut Tagore hal ini dapat diselesaikan dengan mengadakan kombinasi yang seimbang dari idealisme Timur dan realisme Barat. Usaha untuk melaksanakan cita-citanya ini merupakan intisari daripada hidup Tagore.
Persaudaraan Dunia.
Tagore bercita-cita mewujudkan persaudaraan sedunia, tanpa mengenal perbedaan kasta, kulit, bangsa dan agama. Dari taraf persaudaraan seluruh India, dikehendakinya persaudaraan seluruh Asia dan akhirnya persaudaraan seluruh dunia. ia berusaha untuk menghindarkan diri dari egoisme kebangsaan. menurut Tagore, nasionalisme itu sama saja dengan individualisme massa yang menjadi pokok pangkal bencana peperangan.
Pembaharuan di lapangan sosial.
Tagore berpendapat bahwa kekurangan dan kemunduran India ditimbulkan oleh satu sebab, yaitu kekurangan pada pendidikan rakyat. selama hidupnya ia tidak melepaskan cita-citanya untuk memajukan rakyat. ia menghendaki agar setiap desa menjadi suatu Sriniketan, suatu panti kemakmura.
FIKIRAN-FIKIRANNYA MENGENAI PELAKSANAAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH.
Pandangannya terhadap Intelektualisme.
Menurut tagore,
Pemerintah kolonial Inggris terlampau mengutamakan pengetahuan dari buku-buku.
Bangsa India tidak mendapat pendidikan untuk membangun bangsanya, melainkan
dididik hanya untuk menjadi pagawai negeri murahan saja. Sistim pendidikan itu
dirasanya terlampau materialistis. Ia hendak lebih mengutamakan sifat-sifat
estetis dalam pendidikan. menurut Tagore, unsur nasional dalam pendidikan
dengan demikian akan terpelihara juga. alat-alatnya yang terbaik ialah pelbagai
kesenian.
Tagore tidak
menghendaki murid-muridnya mempelajari hal-hal yang kering-kersang dari
buku-buku yang membosankan, yang makna sebenarnya sama sekali tidak difahaminya.
murid-murid akan belajar karena penyelidikan dan percobaan sendiri, karena
kegiatan dengan musik dan tari-tarian, dengan hidup dan bekerja di alam bebas.
ia memikirkan pelbagai cara untuk lebih mempererat hubungan dengan alam. dalam
hal ini semboyannya " jangan membawa pohon-pohon ke dalam kelas, tetapi
bawalah kelas ke bawah pohon-pohon ".
Pendidikan agama.
Agama dijadikan dasar sistim
pendidikannya, hanya Tagore tidak mau memberikan ajaran suatu jenis agama
tertentu dan ia tidak menyetujui pelajaran agama yang diberikan secara
sistimatis. ia mengutamakan penanaman perasaan keagamaan pada umumnya. jadi
ajaran agama yang diberikannya ialah yang "dapat meliputi" seluruh
keagamaan. menurutnya "agama ialah suasana".
Sistim gurukula (pendidikan asrama)
Tagore berkata : " Pendidikan yang sejati ialah pendidikan asrama". Sistim ini adalah sistim pendidikan kaum Brahmana dan dilaksanakan di tempat-tempat yang sunyi, jauh dari keramaian dunia. Sistim ini mengharuskan guru dan murid selalu berada dalam hubungan yang erat. Karena itu mereka tinggal bersama dalam satu asrama. Murid-murid belajar lebih menghargai kebenaran daripada kekayaan, cinta akan alam dan hormat kepada mahluk Tuhan.
Tagore mengambil keputusan untuk melaksanakan cara-cara mendidik yang biasa dilakukan oleh guru-guru Brahmana. Itulah sebabnya maka ia mendirikan sekolahnya di tempat sunyi dan tandus. Orang menyamakan diri Tagore dengan seorang resi, seorang guru pada zaman dahulu. Gandhi menyebutnya " Gurudev" (= guru besar, guru yang luhur).
Selfgoverment (cara memerintah sendiri, mengatur diri)
Tagore berpendapat, bahwa anak dalam segala usahanya harus memiliki rasa bebas, percaya kepada diri sendiri, bertanggungjawab terhadap diri sendiri dan kepada masyarakat, suka tolong menolong, bekerja sama. untuk itu maka kehidupan di sekolah harus merupakan suatu "republik" yang sanggup mengatur dan memerintah diri sendiri. Dalam hal ini murid-muridlah yang harus mengatur segala-galanya. Azas inilah yang dinamakan azas selfgoverment.
Sistim gurukula (pendidikan asrama)
Tagore berkata : " Pendidikan yang sejati ialah pendidikan asrama". Sistim ini adalah sistim pendidikan kaum Brahmana dan dilaksanakan di tempat-tempat yang sunyi, jauh dari keramaian dunia. Sistim ini mengharuskan guru dan murid selalu berada dalam hubungan yang erat. Karena itu mereka tinggal bersama dalam satu asrama. Murid-murid belajar lebih menghargai kebenaran daripada kekayaan, cinta akan alam dan hormat kepada mahluk Tuhan.
Tagore mengambil keputusan untuk melaksanakan cara-cara mendidik yang biasa dilakukan oleh guru-guru Brahmana. Itulah sebabnya maka ia mendirikan sekolahnya di tempat sunyi dan tandus. Orang menyamakan diri Tagore dengan seorang resi, seorang guru pada zaman dahulu. Gandhi menyebutnya " Gurudev" (= guru besar, guru yang luhur).
Selfgoverment (cara memerintah sendiri, mengatur diri)
Tagore berpendapat, bahwa anak dalam segala usahanya harus memiliki rasa bebas, percaya kepada diri sendiri, bertanggungjawab terhadap diri sendiri dan kepada masyarakat, suka tolong menolong, bekerja sama. untuk itu maka kehidupan di sekolah harus merupakan suatu "republik" yang sanggup mengatur dan memerintah diri sendiri. Dalam hal ini murid-muridlah yang harus mengatur segala-galanya. Azas inilah yang dinamakan azas selfgoverment.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
"tak ada gading yang tak retak"