
mengenai maqam al-zuhd, Al-Palembani mengutip Al-Ghazali yang memberikan ilustrasi bahwa hati manusia ibarat wadah berisi air, apabila hendak mengisi dengan cuka harus dikosongkan dahulu dari isi airnya. demikian pula halnya dengan hati manusia, ia tak mampu menerima cinta Allah SWT. jika cinta kepada selain Nya masih bercokol di dalam. untuk itu, sejak awal Al-Palembani mengisyaratkan dalam melaksanakan tobat dari perbuatan maksiat agar seseorang semestinya melepaskan diri dari cinta dunia dan cinta (gila) kekuasaan sebagai persyaratan yang mutlak dipenuhi untuk sampai kepada taraf al-zuhd. jauh sebelum masa Al-palembani, makna yang sama telah dinyatakan pula oleh Syaikh 'Abd Al-Qadir Al-Jailani, " jika cinta kepada Allah SWT. telah menguasai hati hamba, tiada lagi cinta kepada selain Nya. "
Al-Palembani kemudian memberikan definisi al-zuhd, yakni " meninggalkan sesuatu yang disukai kepada sesuatu yang lebih disukai, dalam arti meninggalkan nikmat sementara kepada nikmat yang abadi ". pengertian ini diperkuat dengan pernyataan Al-Ghazali, " jika seseorang meninggalkan dunia semata-mata karena keinginan memperoleh kebahagiaan di akhirat, atulah hakikat al-zuhd ".
- Mizan, islam sufistik, hal.100, Dr. Alwi Shihab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
"tak ada gading yang tak retak"